Jumat, 04 Januari 2013

PANORAMA HUTAN KOTA


Jembatan orange yang pertama kami lalui merupakan sebuah ucapan selamat datang di awal perjalanan. Hutan Kota BNI adalah tujuan kami, yang merupakan salah satu tempat wisata di Banda Aceh. Berada di desa Tibang, tak terlalu jauh dari Simpang Mesra menuju arah Krueng Raya. Sebelum melewati jembatan tersebut, kami harus merogoh kocek Rp2.000,- untuk keamanan parkir kendaraan.
Pukul dua siang mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) unit dua mulai berdatangan untuk mengikuti kuliah praktek bersama dosen mata kuliah reporting, editing and writing. Kesempatan yang luar biasa bagi kami, karena dapat menambah wawasan dan pengalaman baru. Perasaan senang dan gembira dapat merasakan ruang kuliah yang sejuk dan nyaman.
Cuaca siang itu cukup panas, namun suasana tersebut berubah saat berada di salah satu ruang terbuka hijau yang tergantikan oleh tsunami. Hutan Kota tersebut dulunya merupakan tambak masyarakat. Pasca tsunami tambak ini dibebaskan oleh pemerintah kota Banda Aceh. Pembangunan Hutan Kota BNI merupakan hasil kerjasama antara pemerintah kota Banda Aceh, Bank BNI dan Yayasan Bustanussalatin dan masyarakat sekitar.
Ruang terbuka hijau ini memiliki luas lahan 7,15 hektar. Sehingga kami tak sanggup mencapai seluruh titik Hutan Kota tersebut. Meskipun hari itu sepi pengunjung, tapi tak menghentikan semangat kami meneruskan perjalanan. Ditemani oleh 350 jenis pohon, yakni 3.500 pepohonan yang sudah menari-nari menyambut dengan senang pengunjung yang berdatangan. Tak hentinya mata melirik kagum ke segala arah penjuru hutan indah tersebut.
Selain tumbuhan terdapat juga 12 jenis burung yang di pelihara bebas di sana. Mereka terbang kian kemari merasakan kebebasan tanpa terkurung oleh sangkar. Kami juga merasakan hal demikian. Suasana pun begitu sejuk dan indah, apalagi ditemani berbagai makhluk ciptaan-Nya. Ternyata semua makhluk hidup saling membutuhkan. Tidak hanya sesama manusia, tetapi tumbuhan dan hewan pun sama-sama saling melengkapi dalam kehidupan.
Tak terasa langkah kaki mulai berada di jembatan canopy yang penuh inspirasi, “Jembatan Tajuk Pohon” itulah nama yang tertulis di papan sebelah kanan saat kami melewatinya. Indah sekali pemandangan yang terlihat dari jembatan tersebut, tersebar berbagai jenis pohon yang bisa dilihat dari sudut ke sudut. Ada tumbuhan yang bermain dan bergembira dengan melambaikan daunnya, namun ada pula yang berkata “ini bukan rumahku”  bagi tumbuhan yang layu dan mati. Salah satu pengunjung yang kami temui di jembatan tajuk pohon bernama Nova Salviani, salah seorang mahasiswa Unsyiah mengatakan, “saya baru pertama kali ke sini, suasananya lumayan menyenangkan.”
Setelah melewati jembatan tersebut, kami menemukan sebuah taman bermain untuk anak-anak yang berada di sisi kiri jembatan. Tapi tak terlihat anak-anak yang berada di tempat tersebut. Hanya ada  sepasang remaja yang sedang menaiki jungkat-jungkit, salah satu alat bermain anak-anak. Sepertinya mereka merasakan keasyikan tersendiri tanpa menghiraukan bahwa sebenarnya mereka bukan anak-anak.
Perjalanan kami lanjutkan, di depan mata terdapat tulisan “Jembatan Tambak Bakau”. Kami mulai melangkah dengan hati-hati dan sempat membaca basmallah. Perjalanan di jembatan tambak bakau ini bagaikan berada di sebuah rumah yang dipenuhi bakau. Di sepanjang jembatan ditemani oleh banyak tumbuhan bakau yang masih muda. Seolah-olah mereka mempersilakan kami meneruskan perjalanan yang panjang dan penuh rintangan. Di bawah jembatan terdapat tambak yang dihuni oleh beraneka makhluk kecil. Sesekali mereka mengintip kedatangan kami di permukaan air asin tersebut.
Butuh waktu yang cukup lama untuk melewati jembatan tambak bakau. Selain jembatan yang panjang dan berliku-liku, terdapat juga lantai jembatan dari kayu yang sedikit rusak. Pembangunan fisik hutan kota BNI yang belum rampung mengakibatkan setiap pengunjung harus lebih berhati-hati. Walaupun mata dimanjakan oleh keindahan tumbuhan bakau namun pengunjung harus siaga ketika melewati jembatan tambak bakau tersebut.
Setelah melewati dua jembatan yang penuh inspirasi dan tantangan, perjalanan dilanjutkan kembali. Di sisi kanan terdapat satu kolam ikan yang kecil. Sedangkan di sisi kiri pandangan kami terhampar rumput luas yang dihuni oleh para remaja. Mereka mengabadikan tempat indah tersebut menggunakan kamera handphone. Tak jauh dari hamparan rumput, terdapat tambak ikan yang berbentuk persegi panjang. Mungkin tambak tersebut merupakan sisa lahan yang dulunya adalah tambak masyarakat dan masih tetap ada walaupun hanya sedikit.
Selain kolam ikan, juga terdapat kolam teratai yang indah. Meskipun bunga teratai masih malu menampakkan dirinya, kolam tersebut terlihat cantik karena ditutupi oleh daun-daun yang tumbuh di permukaan air. Tak jauh dari kolam tersebut, kami bertemu dengan sepasang suami istri bersama kedua anaknya. Mereka juga baru pertama kali berkunjung kesini. “hutan kota yang indah, tapi kami lumayan capek. Sepertinya perlu dibangun tempat persinggahan,” ujar Zulbahri sambil menggendong anaknya yang berasal dari Lampeunerut.
Jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Perjalanan kami berakhir disalah satu pohon rindang sebagai tempat istirahat. Di sana ada beberapa remaja yang sedang membaca buku, menulis dan juga ada makan gorengan. “di sini rindang, sejuk dan asik pergi bersama kawan-kawan. Apalagi kalau untuk buat tugas kuliah, pasti seru disini,” jelas Nurwahyuni, salah satu mahasiswa IAIN Ar-Raniry yang sering datang ke hutan kota.
Ternyata banyak pengunjung yang menghabiskan waktu di sini, mereka datang bersama sahabat maupun keluarganya. Tidak hanya untuk berekreasi, foto pra wedding, namun juga sebagai fungsi edukatif, lokasi penelitian oleh beberapa ilmuan yang ingin mempelajari tentang tumbuhan serta interaksi masyarakat sekitar. Akhirnya perjalanan kami dihari itu merupakan perjalanan yang penuh inspirasi dan terlalu manis untuk dilupakan.
Karya_Rahmi 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar