Jembatan orange yang pertama kami lalui
merupakan sebuah ucapan selamat datang di awal perjalanan. Hutan Kota
BNI adalah tujuan kami, yang merupakan salah satu
tempat wisata di Banda Aceh. Berada di desa Tibang, tak terlalu jauh dari Simpang
Mesra menuju arah Krueng Raya. Sebelum melewati jembatan tersebut, kami harus
merogoh kocek Rp2.000,- untuk keamanan parkir kendaraan.
Pukul dua siang mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam (KPI)
unit dua mulai berdatangan untuk mengikuti kuliah praktek bersama dosen mata
kuliah reporting, editing and writing. Kesempatan yang luar biasa bagi kami,
karena dapat menambah wawasan dan pengalaman baru. Perasaan senang dan gembira dapat
merasakan ruang kuliah yang sejuk dan nyaman.
Cuaca siang itu cukup panas, namun suasana tersebut
berubah saat berada di salah satu ruang terbuka hijau yang tergantikan oleh
tsunami. Hutan Kota tersebut dulunya merupakan tambak masyarakat. Pasca tsunami
tambak ini dibebaskan oleh pemerintah kota Banda Aceh. Pembangunan Hutan Kota
BNI merupakan hasil kerjasama antara pemerintah kota Banda
Aceh, Bank BNI dan Yayasan Bustanussalatin dan masyarakat sekitar.
Ruang terbuka hijau ini memiliki luas lahan 7,15
hektar. Sehingga kami tak sanggup mencapai seluruh titik Hutan Kota tersebut. Meskipun
hari itu sepi pengunjung, tapi tak menghentikan semangat kami meneruskan
perjalanan. Ditemani oleh 350 jenis pohon, yakni 3.500 pepohonan yang sudah
menari-nari menyambut dengan senang pengunjung yang berdatangan. Tak hentinya
mata melirik kagum ke segala arah penjuru hutan indah tersebut.
Selain tumbuhan terdapat juga 12 jenis burung yang di
pelihara bebas di sana. Mereka terbang kian kemari merasakan kebebasan tanpa terkurung
oleh sangkar. Kami juga merasakan hal demikian. Suasana pun begitu sejuk dan
indah, apalagi ditemani berbagai makhluk ciptaan-Nya. Ternyata semua makhluk
hidup saling membutuhkan. Tidak hanya sesama manusia, tetapi tumbuhan dan hewan
pun sama-sama saling melengkapi dalam kehidupan.
Tak terasa langkah kaki mulai berada di jembatan canopy
yang penuh inspirasi, “Jembatan Tajuk Pohon” itulah nama yang tertulis di papan
sebelah kanan saat kami melewatinya. Indah sekali pemandangan yang terlihat
dari jembatan tersebut, tersebar berbagai jenis pohon yang bisa dilihat dari
sudut ke sudut. Ada tumbuhan yang bermain dan bergembira dengan melambaikan
daunnya, namun ada pula yang berkata “ini bukan rumahku” bagi tumbuhan yang layu dan mati. Salah satu
pengunjung yang kami temui di jembatan tajuk pohon bernama Nova Salviani, salah
seorang mahasiswa Unsyiah mengatakan, “saya baru pertama kali ke sini, suasananya
lumayan menyenangkan.”
Setelah melewati jembatan tersebut, kami menemukan
sebuah taman bermain untuk anak-anak yang berada di sisi kiri jembatan. Tapi
tak terlihat anak-anak yang berada di tempat tersebut. Hanya ada sepasang remaja yang sedang menaiki
jungkat-jungkit, salah satu alat bermain anak-anak. Sepertinya mereka merasakan
keasyikan tersendiri tanpa menghiraukan bahwa sebenarnya mereka bukan anak-anak.
Perjalanan kami lanjutkan, di depan mata terdapat
tulisan “Jembatan Tambak Bakau”. Kami mulai melangkah dengan hati-hati dan
sempat membaca basmallah. Perjalanan di jembatan tambak bakau ini bagaikan
berada di sebuah rumah yang dipenuhi bakau. Di sepanjang jembatan ditemani oleh
banyak tumbuhan bakau yang masih muda. Seolah-olah mereka mempersilakan kami
meneruskan perjalanan yang panjang dan penuh rintangan. Di bawah jembatan
terdapat tambak yang dihuni oleh beraneka makhluk kecil. Sesekali mereka
mengintip kedatangan kami di permukaan air asin tersebut.
Butuh waktu yang cukup lama untuk melewati jembatan
tambak bakau. Selain jembatan yang panjang dan berliku-liku, terdapat juga
lantai jembatan dari kayu yang sedikit rusak. Pembangunan fisik hutan kota BNI
yang belum rampung mengakibatkan setiap pengunjung harus lebih berhati-hati.
Walaupun mata dimanjakan oleh keindahan tumbuhan bakau namun pengunjung harus
siaga ketika melewati jembatan tambak bakau tersebut.
Setelah melewati dua jembatan yang penuh inspirasi dan
tantangan, perjalanan dilanjutkan kembali. Di sisi kanan terdapat satu kolam
ikan yang kecil. Sedangkan di sisi kiri pandangan kami terhampar rumput luas
yang dihuni oleh para remaja. Mereka mengabadikan tempat indah tersebut
menggunakan kamera handphone. Tak jauh dari hamparan rumput, terdapat
tambak ikan yang berbentuk persegi panjang. Mungkin tambak tersebut merupakan
sisa lahan yang dulunya adalah tambak masyarakat dan masih tetap ada walaupun
hanya sedikit.
Selain kolam ikan, juga terdapat kolam teratai yang
indah. Meskipun bunga teratai masih malu menampakkan dirinya, kolam tersebut
terlihat cantik karena ditutupi oleh daun-daun yang tumbuh di permukaan air.
Tak jauh dari kolam tersebut, kami bertemu dengan sepasang suami istri bersama
kedua anaknya. Mereka juga baru pertama kali berkunjung kesini. “hutan kota
yang indah, tapi kami lumayan capek. Sepertinya perlu dibangun tempat persinggahan,”
ujar Zulbahri sambil menggendong anaknya yang berasal dari Lampeunerut.
Jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Perjalanan
kami berakhir disalah satu pohon rindang sebagai tempat istirahat. Di sana ada
beberapa remaja yang sedang membaca buku, menulis dan juga ada makan gorengan.
“di sini rindang, sejuk dan asik pergi bersama kawan-kawan. Apalagi kalau untuk
buat tugas kuliah, pasti seru disini,” jelas Nurwahyuni, salah satu mahasiswa
IAIN Ar-Raniry yang sering datang ke hutan kota.
Ternyata banyak pengunjung yang menghabiskan waktu di sini,
mereka datang bersama sahabat maupun keluarganya. Tidak hanya untuk berekreasi,
foto pra wedding, namun juga sebagai fungsi edukatif, lokasi
penelitian oleh beberapa ilmuan yang ingin mempelajari tentang tumbuhan serta interaksi masyarakat sekitar. Akhirnya perjalanan kami dihari itu
merupakan perjalanan yang penuh inspirasi dan terlalu manis untuk dilupakan.
Karya_Rahmi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar